Perempuan dan Jalanan: Semangat Ojol Perempuan di Bogor
Di tengah lalu lintas sibuk Kota Bogor, perempuan pengemudi ojek online hadir sebagai simbol ketangguhan dan kemandirian. Mereka bukan sekadar pencari nafkah, melainkan cerminan semangat perempuan masa kini yang tak lagi terkungkung oleh batasan peran tradisional.
Bogor tak hanya dikenal sebagai kota hujan, tapi juga sebagai tempat di mana semangat perempuan bekerja terus tumbuh dan berkembang. Salah satu wujud nyata dari semangat tersebut terlihat dari banyaknya perempuan yang kini memilih bekerja sebagai pengemudi ojek online, sebuah profesi yang dulunya identik dengan laki-laki.
Kehadiran perempuan dalam dunia ojek online tidak hanya memperluas peluang ekonomi bagi mereka, tetapi juga menandai perubahan sosial dalam hal peran dan ekspektasi terhadap perempuan. Dari berbagai sudut kota—Tanah Sareal, Cibinong, hingga Bogor Selatan—pengemudi ojol perempuan melintas dengan kendaraan dan jaket hijau mereka, membawa penumpang, makanan, hingga barang belanjaan.
Alasan mereka bekerja beragam, dari kebutuhan ekonomi hingga keinginan untuk mandiri secara finansial. Sebagian adalah ibu rumah tangga yang mencari penghasilan tambahan, sebagian lagi perempuan muda yang belum menemukan pekerjaan tetap. Namun satu hal yang sama: mereka tak takut melintasi batas-batas yang dulu dianggap tabu bagi perempuan.
Menurut Lilis (41), salah satu pengemudi ojol yang telah bekerja selama lima tahun, keputusan untuk bekerja di jalan bukanlah sesuatu yang mudah. “Waktu pertama turun ke jalan, banyak yang pandang sebelah mata. Tapi lama-lama saya terbiasa. Sekarang saya bangga bisa bantu ekonomi keluarga,” ujarnya singkat.
Bekerja sebagai pengemudi ojol memang menantang. Selain harus bersaing dengan sesama driver dalam mendapatkan order, mereka juga menghadapi risiko keamanan di jalan. Bagi perempuan, tantangan ini bisa berlipat ganda—mulai dari komentar seksis, rasa tidak aman saat mengantar penumpang malam hari, hingga harus tetap menjalankan peran domestik di rumah.
Namun, banyak dari mereka yang menyikapi tantangan tersebut dengan keteguhan hati. Di antara urusan rumah tangga, mereka menyelipkan waktu untuk menarik penumpang atau mengantar makanan. Fleksibilitas waktu menjadi salah satu alasan utama mengapa banyak perempuan memilih profesi ini. Mereka bisa mengatur jadwal sesuai kebutuhan keluarga, tanpa harus terikat jam kerja kantor.
Fenomena ini juga menunjukkan bagaimana teknologi digital membuka akses baru bagi perempuan di sektor ekonomi informal. Dengan hanya bermodalkan smartphone dan kendaraan bermotor, perempuan kini bisa mandiri dan berkontribusi secara ekonomi tanpa harus meninggalkan peran sebagai ibu atau istri.
Selain itu, tumbuhnya komunitas ojol perempuan juga menjadi kekuatan tersendiri. Di Bogor, beberapa pengemudi membentuk grup WhatsApp untuk saling berbagi informasi soal rute aman, penumpang bermasalah, atau sekadar saling menyemangati. Solidaritas ini membuat mereka merasa tidak sendiri dalam menghadapi kerasnya pekerjaan di jalan.
Perubahan cara pandang masyarakat juga perlahan terjadi. Jika dulu profesi ini dianggap tak layak bagi perempuan, kini semakin banyak penumpang yang menghargai keberadaan driver perempuan karena dinilai lebih sabar dan berhati-hati dalam berkendara.
Semangat perempuan pengemudi ojol di Bogor bukan hanya soal mencari nafkah. Ia adalah simbol ketahanan, keberanian, dan kemauan untuk melampaui batas. Di atas roda yang berputar, mereka membawa lebih dari sekadar barang atau penumpang—mereka membawa harapan, harga diri, dan masa depan yang lebih baik.
Komentar
Posting Komentar